Friday, April 9, 2010

cinta bebek pada angsa...

Percakapan antara Bebek dan ibunya disepanjang pinggiran Sungai Mimpi.

Bebek: “Ibu, apakah sebuah kesalahan jika seekor bebek jatuh cinta?”
Ibu: ”Tidak anakku, mencintai itu fitrah bagi siapa saja. Jika ditempatkan pada tempat yang tepat.”
Bebek: ”Lalu apakah menjadi dosa apabila Bebek jatuh cinta pada Angsa?

Ibunya tertegun memandangi anak semata wayangnya yang tampak kalut.

Ibu: ”Ehmm..tidak anakku selagi kau tak berusaha mewujudkannya dan tak berlebihan.”

Bebek menunduk sedih mendengar jawaban ibunya. Kakinya menghentak-hentak ringan. Tanpa diminta, bebek menceritakan sepenggal kisah cinta di Pantai Cerita kepada ibunya...

Bebek: ”Ibu, beberapa masa silam, dipenghujung malam, purnama ke tujuh di Pantai Cerita, aku bertemu dengan pangeran Angsa. Seekor Angsa yang rupawan, sopan, berwibawa, pembawaannya selalu tenang dan sorot matanya yang teduh. Ya-ibu, dia seperti pangeran dari negeri entah berantah. Aku tertegun ditepi pantai tak jauh darinya. Aku mencuri tatap padanya, sekalipun dia tak pernah melihatku.

Dipojok pantai aku menyembunyikan diri, namun mataku tak lepas memandangnya. Berulang kali selama waktu berpihak. Sampai aku benar-benar jatuh cinta, pertama kali..ya! Yang pertama kali ibu.

Selang waktu, ternyata tak hanya aku yang memperhatikannya. Banyak sekali kudengar gadis-gadis bebek di Sungai Mimpi ini membicarakannya. Penilaian yang sama terhadap pangeran Angsa.

Aku hanya tersenyum kecut. Tersadar bahwa diri bukanlah seorang putri yang pantas mencintai sang pangeran. Bukan, aku memang bukan putri.

Tersadar akan hal itu, lalu kucoba menata hati yang telah caruk-maruk oleh indahnya mimpi cinta pertama.

Perlahan, akhirnya aku bisa menguasai emosiku saat pertemuan tak sengaja dengannya. Aku bersyukur. Meski berat, kucoba menekan rasa itu sekuat tenaga, berhasil, walau tidak sepenuhnya. Yah, bagiku itu sudah lebih baik ibu.

Hingga aku tak pernah lagi bermain di Pantai Cerita untuk waktu yang lama. Aku bisa melupakannya walaupun rasa itu tak pernah bisa pergi.

Sesekali aku bingkai mimpi itu sebagai semangat untuk menjadi seekor bebek yang lebih baik, walau sungguh aku tak menumbuhkan harapanku bersamanya sedikitpun. Aku hanya mencintai, itu saja. Dan dengan cinta itu aku semakin tahu siapa aku.

Kurun masa yang begitu lama membuatku semakin kuat menyimpan cinta itu, kuat untuk tidak mengejar sesuatu yang sudah jauh. Aku semakin sadar ketika sayapkupun tak bisa untuk terbang mengejarnya. Namun cinta itu masih ada. Cinta yang akhirnya kujadikan caraku untuk lebih mencintai Tuhanku, dan cinta itu semakin indah kurasakan ketika telah tampak satu tujuan yaitu Cinta hakiki dari Tuhanku.

Cinta itu aneh ya bu? Kadang berbaik hati dan kadang menguji seakan tak kuasa kuhadapi. Di suatu purnama tahun ke enam, saat aku dengan damaiku bermain air, aku dikejutkan oleh langkah pelan dari belakang.

Aku menengok, tampak sebuah bayangan tak begitu jelas. Hatiku bicara, tak usah hiraukan. Namun perasaanku tak mau membiarkan. Aku kembali berperang dengan sendiriku. Lalu kusibak rumput-rumput yang menghalangi pandanganku.

Rupanya bayangan itu tak mendekat. Kemudian kukejar hingga perbatasan Pantai Cerita. Dan aku menghentikan langkah. Hatiku berbisik, “bukankah kau berjanji takkan menginjakkan kaki di pantai ini?”
Aku berhenti sejanak. Kuurungkan niatku mengejarnya. Bayangan yang aku tak tahu itu siapa. Namun ketika kuberbelok arah, suara dari bayangan itu terdengar.

Suara itu bicara padaku...

“Kamu siapa? Dari negeri mana berasal? Kenapa kau mengejarku? Katakan siapa dirimu!”

Suara itu pernah kudengar. Dingin. Sama seperti masa itu. Aku tak yakin dengan kejadian ini. Apakah itu benar-benar dia? Pangeran Angsa itu? Kemudian aku menjawab pertanyaannya.

Ya. Kuberitahukan tentangku. Kuceritakan bahwa aku pernah mengenalnya di Pantai Cerita dimasa itu. Kuberitahukan sejauh mana aku mengenalnya.

Dan ternyata dia semakin penasaran denganku. Masa itu, dia tak mengenalku. Mengingat pernah bertemupun tidak. Sungguh dia tidak pernah tahu tentangku. Dan keheranan yang semakin memuncak akhirnya dia mendekat padaku. Dia melihatku. Melihat jelas wajahku, namun dia sungguh tak pernah merasa bertemu denganku. Dia minta maaf. Maaf yang aku tidak tahu untuk apa. Dan kumaafkan saja.

Sepanjang purnama, masih di tahun keenam. Aku dan dia semakin dekat. Aku mengulurkan tangan dan dia menyambutnya. Dan kukatakan “ bolehkah kita berteman?”

Dia mengangguk dengan senyumnya yang masih seperti dulu. Aku bahagia. Hanya itu. Entah harus bersyukur ataukah segera bersujud mohon ampun pada Tuhanku, aku masih bingung. Emosiku mengalahkan suara hati yang berteriak sedemikian kerasnya. Yang mengingatkanku untuk menghentikan semua ini.

Aku berdialog dengan hatiku yang menangis karena sikapku. Kubuat sebuah janji dengan hatiku sedemikian “ apabila dia sudi mendampingi seekor bebek sepertiku untuk selamanya dan membawaku kembali pada cinta’Nya, aku akan lanjutkan. Namun seandainya ujianku untuknya tak berhasil, maka aku mengikhlaskannya pergi dan aku berjanji akan melupakannya.”
Benar saja ibu, aku mengujinya. Aku ingin tahu seberapa tulusnya persahabatan yang dia ulurkan untuk seekor bebek sepertiku ini. Aku mulai bertanya banyak hal dan mendapat jawaban sebanyak pertanyaanku pula. Lalu aku bertanya lagi, apakah dia sudah mempunyai tujuan hidup kedepan bersama seekor angsa sejenisnya?

Jawabannya tak seperti yang kuduga. Aku berfikir dimasa itu sampai masa ini, masa ketika aku bertanya demikian padanya, bahwa dia pasti tak suka bermain dengan gadis-gadis angsa sebangsanya. Ternyata pikiranku salah besar. Dia menjawab “ aku lalui masa-masa sebelum kamu melihatku dan sampai masa ini dengan seekor Putri Angsa.”

Aku tertunduk tiba-tiba. Merasa jatuh dalam lubang rawa yang dalam dan sulit bergerak. Namun aku masih ingin mendengar dia melanjutkan ceritanya tentang Putri Angsa. Dan dia bercerita panjang lebar. Sepanjang guratan belati yang sepertinya sedang menggores hatiku, selebar luka disekujur tubuhku oleh panas api yang tiba-tiba kurasa membakar ragaku.

Aku masih tersenyum. Dengan bulir air mata yang kutahan. Mataku lalu mengabur oleh desakan airnya yang meluap saat itu. Aku menangis. Dari itu Pangeran Angsa tahu, bahwa aku mencintainya.

Ibu, sejak akhir ceritanya itu, masih dengan tangisku, aku memutuskan untuk segera menghentikan ini. Aku tak mau megejar kebahagiaan yang akan merugikan pihak lain.

Aku mantap. Namun aku masih mengujinya dengan sebuah pertanyaan, yang aku harap jawabannya bukan ‘iya’ tapi ‘tidak’.

“ Wahai pangeran Angsa, sungguh bahagianya dirimu bersanding dengan Putri Angsa, namun..apakah berarti aku tak punya kesempatan untuk mencoba menghuni sisi hatimu yang lain?”

Pertanyaan yang aku tahu sangat rendah kuucapkan, namun aku sengaja untuk mengetahui apa niatnya menyambut uluran tanganku sedangkan tangan gadis-gadis bebek yang lain tidak dia terima.

Dia menjawab “Masih. Akan ada kesempatan itu datang padamu kelak. Beri aku waktu. Namun sungguh aku takkan meninggalkan Putriku selamanya demi kedatanganmu. Dan aku akan berusaha, karena hatikupun mulai jatuh pada kejujuranmu.”

Luluh sudah wibawa itu tiba-tiba ibu. Sedangkan yang aku harap sungguh bukan jawaban itu. Aku berharap dia seorang pangeran setia yang juga kesatria. Namun tidak. Sekali lagi aku salah. Aku kecewa.

Sebelum kuputuskan pergi darinya, aku ungkapkan niatku untuk bertemu dengan Putri Angsa. Aku titipkan salamku untuknya. Aku begitu karena aku tak mau meneruskan kisah mimpi tentang cinta itu segera. Aku tak mau merebut kebahagiaan sesama gadis meski aku bukanlah gadis angsa. Namun aku yakin, hati seekor bebek dan angsa tetap sama. Ya. Akan sakit sekali bila kebahagiaanya yang selama beberapa masa ia rajut penuh kepercayaan akhirnya hancur. Aku tak mau itu terjadi. Aku bukan seekor bebek yang egois. Aku lebih tahu diamana aku harus memijakkan kakiku.

Namun sayang seribu sayang, Pangeran Angsa rupanya tak mengetahui maksudku. Bahwa aku hanya ingin melanjutkan kisah ini dengan persahabatan dua dunia. Pun dengan sang Putri. Salamku tak sampai entah karena apa.

Atau mungkin dia mencari waktu yang tepat untuk menyampaikannya pada sang pujaan hati.

Tapi Ibu, aku semakin takut dengan masa yang terus berputar, aku tak mau menunggu lama. Aku ingin menyudahi ini dengan segera mengenalnya. Sebelum terlambat dan terjadi hal menakutkan antara aku dengan Putri Angsa andai dia tahu aku mencintai Pangerannya.

Kemudian aku mencarinya, ibu. Kembali menyusuri Pantai Cerita. Diujung dermaga aku melihatnya, Sang Putri bersama Pangeran Angsa. Mereka sedang bergurau canda.

Kutunggu hingga Pangeran berlalu darinya dan segera kuhampiri dengan penuh percaya diri akan diterima jabat tanganku ini seketika.

Seperti ketakutanku, sang Putri akhirnya curiga. Dia bertanya siapa aku, lalu kujawab “saya seekor Bebek yang ingin sekali berkawan dengan Putri Angsa.”

Kemudian dia bertanya darimana aku tahu tentangnya. Akupun menjawab dari Pangeran Angsa. Lalu terdiam tanpa menyambut uluran tanganku dan pergi begitu saja.

Yah, ibu, aku sedih sekali. Hingga akhir purnama lalu, Putri angsa mendatangiku di Sungai Mimpi. Mengatakan padaku tentang kecemburuannya akan kedekatanku pada Pangeran Angsa. Lalu mengatakan keberatannya jika aku masih menemui Pangeran Angsa lagi. Dan aku kembali sakit yang amat sangat. Walaupun aku tahu pasti diapun sangat menderita.

Dan entahlah kenapa pada saat yang bersamaan, seekor burung menyampaikan titipan pangeran Angsa untukku yaitu berupa pesan. Kudengarkan sahabat burung menceritakan semua. Bahwa aku memang harus menghentikan ini, meskipun dengan niat yang sudah aku yakini yaitu persahabatan. Namun ibu, sungguh malangnya, tidak ada yang mau mendengarkan penjelasanku lagi. Semua diakhiri dengan menyakitkan. Aku terima walau terpaksa. Dan aku mencoba ikhlas, karena jika aku terus tenggelam maka aku tak akan pernah bangkit lagi.

Ibu, inilah awal purnama ditahun ketujuh yang telah aku lalui. Beban berat itu sudah berhasil aku letakkan dengan penuh perjuangan. Hanya satu inginku saat ini, aku ingin melihat senyum kembali pada kedua pasang angsa itu, ibu.

Senyum yang kemarin tersita karena kehadiranku. Dan aku sudah melihatnya dari kejauhan saat kutatap hamparan pasir putih di Pantai Cerita. Masih disana. Di sepanjang pantai tak berbatas.”

Ibu Bebek: ”Lalu bagaimana perasaanmu sekarang anakku?”

Bebek: ”Masih sama ibu, aku masih mencintainya dan akan tetap mencintainya dengan caraku sendiri. Cinta yang akan kuserahkan pada kuasa’Nya, ibu. Cinta yang punya harapan dan tujuan. Cinta yang semoga takkan merusak cinta-cinta yang lain. Cinta yang suci dari’Nya dan tetap untuk’Nya. Cinta yang tak membuat makhluk lain cemburu, cinta yang berbalas cinta, ibu. Ya- seperti ibu yang selalu mencintaiku.”

Ibu Bebek: “Anakku, andai ada cinta yang bisa diharapkan tentu harapmu menjadi nyata, namun satu-satunya Cinta yang bisa diharapkan adalah cinta’Nya anakku. Cinta yang kekal dan tak pernah menyakiti.”

Ibu Bebek mengelus kepala anaknya dengan sayap kasih sayang yang tak terhingga. Ibu mencintai anaknya sedemikian seperti cinta Tuhan terhadap makhluknya. Cinta yang tak terhingga.

Kemudian Bebek mengusap air mata haru dengan sayap putihnya. Dia berbisik pada hatinya, “terima kasih.”

Aku berterima kasih untuk Cinta
Yang memberiku masa tiada batas
Sakit, derita, duka, nestapa
Semua berhias dalam Cinta Merubah luka menjadi ‘cita’
Menggenggam sayapku tuk terbang Walau tak pernah bisa tebang tinggi..
Masih disini Cinta yang takkan terluka
Dan air mata untuk bahagia
Cinta akan tetap disini
Di Sungai Mimpi


***
eitss....ini bukan cerita buatan saya, karena saya belum bisa membuat cerita seindah ini.biggrin
Ini adalah note yang sudah lama saya simpan, yang dulu dibuat oleh seseorang kemudian ditag ke facebook saya. Karena satu dan lain hal yang terjadi, akhirnya sudah cukup lama juga saya tidak berkomunikasi lagi dengannya.
hmmm...untuk dya... "apa khabar mu disana? sudahkah kau menemukannya yang benar-benar bisa mengisi gelasmu yang hampir kosong itu? siapakah yang sekarang membacakan dongeng sebelum tidur untukmu? masihkah kau menganggap angka satu-mu sebagai yang tak akan pernah tergantikan? masih berlakukah perjanjian semester 6 itu?"
yeah..apapun itu, ku harap semoga yang terbaik selalu dicurahkan untukmu.
"Sweetyku", begitu saya menyapanya.

sampai ketemu di cerita selanjutnya ya..
=>

2 komentar:

Miss Is said...

Like this....

Dirgantara said...

Me too..
=>

Post a Comment